Anak Pertamaku

Senin, 26 Mei 2008

Untuk Setiap Cinta Terdapat Telat Lebih Baik daripada Tidak sama Sekali

Kenapa?
Apakah salah aku suka, memujamu?
Jawab donk!
Diam.

Memang ku akui salah.
Mengejar-ngejar mu.
Bertamu ke rumah mu
Meneleponmu.
Menyalamimu.
Diam.

Please, jawab donk.
Aku benar-benar tersihir.
Tak ada keraguan lagi.
Tak ada lagi duka.
Diam.

Jangan begitu.
Aku tahu kau pendiam.
Pemalu. Penyepi.
Namun menggelenglah.
Atau anggukkan kepala.
Diam.

Memang kau pernah kecewa.
Patah hati. Sakit. Dikhianati.
Tapi…. Atau setidaknya tersenyum.
Diam.

Aku tak akan menyerah.
Menunggu bahkan sampai
lulus nanti.
Sampai jamuran dan lumutan.
Aku tergila-gila padamu.
Diam.

Apa perlu ku rayu Tuhan?
Untuk merubah nasibku
dan nasibmu di Lauh Mahfuz.
Jika memang kau tak
percaya dengan katakataku.
Diam.

Aku tak peduli
Sampai kapan kau mau diam begitu.
Kau tercipta untukku.
Diam.

Dengar!
Aku tak merayu atau menggombal.
Serius. Jangan menunduk donk.
Diam.

Tak sudi cari yang lain.
Sekali kau tetap kau.
Mulutku banyak bicara.
Memang benar.
Aku tak bisa beubah.
Mungkin.
Diam.

Jujur saja aku tak sesuci
malaikat. Tak sealim yang
kau inginkan.
Tak sepintar yang kau
dambakan.
Diam.

Aku bukan tipe dewi
fortuna yang berkata :
"buat apa dikatakan kalau
sudah tahu jawabannya".
Sebab aku seorang yang
optimis-realistis. Seorang
romantis-religius.
Dan aku percaya dihatimu
ada cinta.
Diam.

Beda dunia.
Beda sejarah.
Beda kesukaan.
Tak masalah.
Pasti ada titik temu.
Diam.

Atau kau lebih percaya
Teman-temanmu daripada
aku? Cobalah objektif.
Tidak. Aku tak mencoba
mengguruimu.
Diam.

Sumpah disamber gledek.
Aku akan setia.
Tak ada orang lain.
Kau satu-satunya.
Diam.

Bergerak kek.
Jangan diam dan membisu.
Bukan aku yang menciptakan perasaan ini.
Kun fa ya kun.
Diam.

Ku mohon. Jangan menutup mata mu.
Bukalah. Lihat aku. Tatap aku.
Jika kau marah, katakan.
Aku tak kan tersinggung.
Diam.

Sudah 20 menit. Kau diam.
Aku tak bosan.
Kalau perlu ku lamar kau.
……………
Jangan bilang jika berjodoh kita akan bersatu.
Jodoh tak jodoh kita harus bersatu.
Diam.

Lupakan saja jika kau tergoda untuk berkata
lebih baik kita sobatan, temanan saja.
Atau lebih baik kita jadi kakak-adik saja.
Lupakan. Aku tak pernah percaya
kesepakatan tentang hal itu.
Diam.

Kalau begitu, tepatnya apa yang kau inginkan?
Aku tuk lupakanmu? Aku tuk cari yang lain?
Tak bisa. Tak mau.
Diam.

Terus terang aja, hal apa
yang bisa membuatmu
bergeming dari diammu.
Diam.

Aku tak pernah bisa mendefinisikan
perasaanku padamu.
Apalagi mencoba mempuitiskannya.
Aku ya apa adanya.
Diam.

Aku cinta kamu.
Aku menginginkanmu.
Kau hanya untuk ku.
Diam.

Mungkin ini semua kau
pikir sudah kelewatan.
Dan ini juga sebagai tanda
aku tak pernah menyerah.
Diam.

Aku tak akan lelah.
Bicara sendiri. Sampai berbusa.
Sampai nangis darah.
Tak akan pergi dari hadapanmu barang sesaat.
Sebagai bukti aku selalu ada disampingmu.
Menjagamu.
Diam.

Andaikan kau dikutuk bisu pun, aku tak kan
mundur. Seumur hidup bermonolog denganmu.
Tak mengapa asal kau mengangguk.
Diam.

Jika kau bersikeras tetap begitu, kekeh begini.
Begitu pula aku. Tak seorang pun boleh memilikimu.
Mendapatkan cintamu.
Diam.

Aku mati. Kau mati.
Kau mati. Aku mati.
Seiya sekata. Semati sehidup.
Diam.

Mengapa tak menjawab?
Kesal padaku? Benci?
Maafkan aku.
Kalau bisa aku ingin melebur dirimu dengan
diriku bagai logam yang dicampur.
Aku jadi bagian dari mu dan kau bagian dari ku.
Diam.

Aku sangat menyesal.
Beginilah aku melawan penyesalanku.
Agak kekanak-kanakan memang.
Apa pun ku lakukan agar kau tak diam membisu.
Diam.

25 menit, aku telat mengatakan perasaanku
padamu. Dan aku tak boleh menyentuhmu karena
bersimbah air mata. Dan semua orang ingin aku
merelakanmu pergi.
Diam.

Pergilah.
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.
Sekarang aku tak butuh cinta lagi.
Ku suruh cintaku pergi untuk menemani dirimu.
Diam.

Sekarang hidup lebih baik tanpa cinta.
Tak seorang pun yang pantas mendapat cinta ku selain
dirimu.

Dan sampaikan salamku pada-Nya.
Bahwa aku ingin menemanimu disana.

Diam.

Tidak ada komentar: